top of page
Search
  • Writer's pictureSport For you

Sebuah Kritik dan Saran; Atlet Catur Di Indonesia


Oleh Sara Octhafiani

Sebuah Kritik

Olahraga catur di Indonesia kerap kali dikaitkan dengan permainan untuk kalangan orangtua dan tren dikalangan laki-laki saja. Padahal, permainan yang dimainkan pada sebuah papan kotak-kotak yang terdiri dari 64 kotak ini dapat dimainkan oleh semua kalangan, baik tua, muda, pria, maupun wanita.


Karena isu ini pun, tak sedikit atlet perempuan cenderung takut bahkan berhenti bermain catur karena jumlah mereka sangat sedikit. Namun, di Indonesia saat ini memiliki banyak pecatur terbaik dikalangan wanita dengan gelar bergengsi dan prestasi yang mengagumkan dikancah internasional.

Catur secara teori merupakan sebuah permainan dimana gender semestinya tidak menjadi masalah dalam tingkat kompetitifnya, setidaknya jika dibandingkan dengan olahraga fisik lainnya.


Olahraga yang mengandalkan otak ini masih jarang sekali diperkenalkan kepada anak-anak. Pada nyatanya, sesuai dengan perkembangan zaman saat ini catur dapat membantu meningkatkan nilai kognitif pada anak. Karena, ketika anak bermain catur, seluruh otot di wilayah otaknya ikut bekerja. Hal inilah yang menyebabkan catur lebih sering disebut sebagai olahraga otak.


Kurangnya perhatian pemerintah, sekolah, dan masyarakat terhadap catur lah yang akan membuat permainan ini mati. Hal ini dapat dilihat dari minimnya fasilitas pelatihan, pertandingan catur, dan adanya paradigma bahwa catur merupakan permainan kelas bawah yang hanya membuang waktu

Di indonesia sendiri, banyak pecatur berbakat namun tidak banyak yang sukses soal gelar internasional, kebanyakan hanya mendapat gelar Nasional Master (NM) atau Fide Master saja. Terlebih lagi, di Indonesia masih sangat jarang kejuaraan catur kelas internasional.


Hal ini dikarenakan Indonesia belum cukup mampu mengadakan banyak turnamen catur internasional. Sehingga pecatur Indonesia masih bergantung dengan turnamen internasional, setidaknya di negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand.


Sejauh ini terlihat bahwa Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) belum begitu baik dalam memajukan olahraga catur di Indonesia. Kodisi inilah yang menjadi penghambat capaian atlet catur. Dengan anggaran yang terbatas inilah, memaksa pengurus Percasi sebagai organisasi catur di seluruh Indonesia ini “menyimpan” atlet yang sebenarnya layak tanding dan dikirim ke turnamen internasional.


Saran

Pembinaan pecatur dinilai paling bagus dimulai sejak umur 7 hingga 8 tahun, Mengapa? Berdasarkan data PB Percasi untuk meraih gelar Grand Master butuh pelatihan 5 hingga 6 tahun sejak bakat caturnya mulai terlihat saat tampil di sebuah turnamen.


Ini dapat menjadi pertimbangan bagi sekolah-sekolah baik Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, hingga Sekolah Menengah Atas yang ada di Indonesia untuk mengadakan kegiatan ekstrakulikuler olahraga catur sehingga anak-anak yang memiliki bakat bahkan potensi dalam permainan catur dapat memulai karirnya dan mencetak prestasi, bahkan dapat bergabung pada naungan Percasi (Persatuan Catur Seluruh Indonesia). Hal ini juga dapat dibanggakan oleh Indonesia sendiri, meningat Indonesia sering tampil dan keluar sebagai juara dunia.


Namun untuk dapat mempertahankan pemain muda tampaknya menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi program-program dan federasi catur di Indonesia, terlebih kurangnya konsentrasi Kemenpora dalam bidang olaharaga otak yang satu ini.


Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam bidang ini. dapat dilihat dari adanya pecatur-pecatur Indonesia yang memiliki gelar Grand Master. Peraih gelar ini tidak hanya pecatur yang sudah tua, tetapi ada juga yang masih belia. Irene Kharisma Sukandar yang sudah meraih gelar “GMW” (Grand Master Wanita) saat ia masih 16 tahun.



41 views0 comments

Comments


Post: Blog2 Post
bottom of page